2019, BPOM di Mamuju Temukan 226 Item Kosmetik Ilegal

Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), Netty Nurmuliawati saat menggelar konferensi pers

“Jadilah konsumen yang cerdas”

Mamuju, Penasulbar.co.id – Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) di Mamuju telah melakukan pengawasan produk di peredaran (post market control) dalam operasi penertiban pasar dari kosmetik ilegal yang mengandung bahan berbahaya pada tanggal 14 sampai 15 Agustus 2019. Kegiatan tersebut melibatkan Polres Mamuju dan Dinas Kesehatan Kabupaten Mamuju.

Dalam kegiatan tersebut, BPOM mendapatkan temuan kosmetik ilegal sebanyak 226 item dengan total 2806 pieces. Jika dihitung dalam rupiah, senilai Rp. 132.323.000 ditemukan di Kabupaten Mamuju dengan jenis pelanggaran didominasi oleh produk kosmetik tanpa izin edar.

Dalam siaran persnya, Kepala BPOM di Mamuju, Netty Nurmuliawati membeberkan jenis kosmetik ilegal yang ditemukan. Selain itu, Ia juga mengungkapkan jenis pelanggarannya.

“Jadi, di lapangan kita menemukan paket skin care (krim pagi, krim malam, toner dan sabun), parfum (tercantum tidak untuk diperjualbelikan) Make up KIT/Make up pallette, masker wajah, lipstick, lip cream, mascara, eye liner, handbody, bedak, kapsul serum untuk wajah, lulur racik, serbuk pemutih kulit dan susu belut,”ujar Netty Nurmuliawati via WhatsApp pribadinya kepada wartawan Penasulbar.co.id, Rabu (21/8/2019).

“Jenis pelanggaran yang dilakukan yakni, kosmetik yang telah dipublic warningkan sebelumnya, contoh: spesial SP, temulawak new beauty cream, RDL, kosmetik ilegal diproduksi oleh perorangan, kosmetik untuk bagian tubuh tertentu yang tidak memenuhi ketentuan label karena mengandung konten vulgar pada label kemasan,”tambahnya.

Ia juga menuturkan, kosmetik tersebut tidak memiliki izin edar dari BPOM RI sehingga BPOM tidak menjamin keamanan, kemanfaatan dan mutu karena proses produksinya tidak dijamin memenuhi aspek cara pembuatan kosmetik yang baik dan diduga mengandung bahan berbahaya.

“Bahan berbahaya yang kita maksudkan adalah, merkuri yang banyak disalahgunakan sebagai bahan pemutih atau pencerah kulit bersifat karsinogenik yang dapat menyebabkan kanker dan teratogenik  yang dapat mengakibatkan cacat pada janin. Asam Retinoat yang banyak disalahgunakan sebagai pengelupas kulit kimiawi (Peeling) dan teratogenik. Hidrokinon yang banyak disalahgunakan pemutih atau pencerah kulit, selain dapat menyebabkan iritasi kulit, juga dapat menyebabkan cochronosis (kulit berwarna kehitaman) dan bersifat irreversible (tidak dapat dipulihkan). Bahan pewarna merah K3 dan pewarna K10 yang banyak disalahgunakan pada lipstik atau sediaan dekoratif lain (pelumas kelopak mata dan perona pipi) dimana kedua zat pewarna ini bersifat karsinogenik,”tutur Netty Nurmuliawati.

Netty Nurmuliawati mengungkapkan, semua temuan kosmetik ilegal tersebut telah ditindaklanjuti dengan melakukan penarikan dan pengamanan produk dari peredaran dan ditindaklanjuti sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

“Sekali lagi, kami menegaskan agar pelaku usaha tidak memproduksi atau mengedarkan kosmetik ilegal serta menjalankan usahanya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selama tahun 2019, masih ditemukan produk yang sudah pernah diumumkan dalam public warning tahun sebelumnya , namun masih beredar dipasaran,”pungkasnya.

Netty Nurmuliawati mengimbau, kepada masyarakat agar lebih waspada serta tidak mengkonsumsi atau menggunakan produk-produk seperti yang disarankan pada siaran pers ini ataupun yang sudah pernah diumumkan dalam public warning BPOM RI sebelumnya. Apabila masyarakat mencurigai adanya praktik produksi dann peredaran kosmetik mengandung bahan berbahaya atau ilegal, harap laporkan ke Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK) BPOM di Mamuju dengan Nomor telpon atau WA 0812 8743 2370.

“Kepada konsumen diingatkan untuk menjadi konsumen yang cerdas dengan selalu cek klik (kemasan, label, izin edar dan kadaluarsa). Pastikan kemasan dalam kondisi baik, baca informasi  produk yang tertera pada labelnya. Pastikan produk memiliki nomor izin edar BPOM dan tidak melebihi masa kadaluarsa,”tutup Netty Nurmuliawati.

(Eka/*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *