Aksi teatrikal yang dilakukan oleh massa aksi To Baine To Muane Mamuju. Foto : Duk Pena.
Mamuju,penasulbar.co.id – Sekumpulan perempuan di Mamuju, Sulbar, memperingati Hari Perempuan Internasional atau Internasional Women’s Day (IWD) pada 8 Maret 2022 dengan menggelar longmarch berkeliling Kota Mamuju dengan berbagai aksi teatrikal.
Massa yang tergabung dalam Aliansi To Baine To Muane Mamuju itu menggelar longmarch sambil menutup mulut dan sebagian massa aksi diikat dengan ratai besi sebagai simbol bahwa kemerdekaan perempuan sedang dirampas.
Kordinator Aksi (Korlap) Wilmaela mengatakan, aksi menutup mulut ini memberi pesan bahwa pemerintah selama ini diam melihat berbagai kasus pelecehan seksual yang dialami kaum perempuan.
Sementara rantai besi yang mengikat badan sejumlah massa aksi bermakna kemerdekaan perempuan saat ini sedang dirampas.
“Kami tidak melihat keseriusan pemerintah dalam menangani sejumlah kasus pelecehan seksual di negeri ini khususnya di Sulbar, ” tegas Wilmaela.
Menurutnya, kekerasan terhadap perempuan saat ini semakin marak. Hal ini dapat dibuktikan dengan semakin tingginya angka kasus pelecehan seksual yang tidak hanya terjadi di tempat-tempat tertentu melainkan di dalam lingkungan pendidikan dan keluarga.
Ia mengatakan, Sulbar saat ini sedang dalam situasi darurat pelecehan seksual. Kondisi ini bisa dilihat di berbagai daerah khususnya di Kabupaten Mamuju.
“Kita sedang dalam situasi darurat pelecehan seksual, baru-baru ini marak diberitakan tentang kasus pelecehan yang dilakukan seorang guru kepada murid disala satu pondok pesantren di Mamuju yang sangat disayangkan karena di lakukan oleh seorang guruh kepada siswanya, ” terang Wilmaela.
Pihaknya mendesak agar pemerintah pusat segera mengesahkan RUU TPKS dan juga mendesak penegak hukum di Sulbar agar mengusut tuntas semua kasus kekerasan terhadap perempuan.
Dia menilai, salah satu penyebab sulitnya pencegahan dan penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan disebabkan oleh payung hukum yang belum mampu mengankomodir sejumlah bentuk kasus kekerasan.
Regulasi hukum yang ada hanya mencakub dua bentuk kekerasan terhadap perempuan yakni pemerkosaan dan pelecehan seksual. Pada hal, kekerasan terhadap perempuan mencakup banyak hal sehingga pengesahan RUU TPKS akan menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan pencegahan.
“Kami minta kepada pemerintah pusat agar secepatnya mengesahkan RUU TPKS dan secara khusus kami mendesak penegak hukum di Sulbar untuk mengusut tuntas sejumlah kasus kekerasan terhadap perempuan, ” imbuhnya. (Ns-01)
Redaktur : Nisan Parrokak