Mengapa Politik Uang Berbahaya?

Hartanto, S.Ksi (Pranata Humas Ahli Muda) Kominfo Kabupaten Mamasa. 

MAMASA,PS – Pemilihan Umum Kepala Daerah serentak di Indonesia pada 27 November 2024 mendatang merupakan yang kelima kalinya diselenggarakan dan pertama kali melibatkan seluruh provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia.

Ada 37 provinsi dan 508 kabupaten/kota yang akan memberikan kesempatan putra/putri terbaiknya untuk dipilih menjadi pemimpin daerah masing-masing.

Spanduk bertuliskan PP GTM Klasis Baruru tolak dan lawan politik uang terpasang di Jalan Poros Aralle-Baruru. Foto:duk.pena

Tentunya masyarakat berharap bahwa pemimpin yang terpilih nantinya kelak akan membawa daerahnya berlabuh pada kemakmuran rakyatnya, mampu mengatasi persoalan-persoalan sosial dan yang lebih penting mampu meberikan rasa aman dan pembangunan yang berkelanjutan yang bermanfaat bagi keberlanjutan peradaban dan kehidupan masyarakat yang lebih bermartabat.

Salah satu persoalan yang menjadi momok dan musuh dalam pilkada dari sekian pelanggaran yang sering terjadi dan bahkan kadang kala tidak terdeteksi oleh para petugas dan penyelenggara Pemilu/Pemilukada adalah isu politik uang. Istilah “serangan fajar” menjadi isu hangat di tengah masyarakat pemilih setiap penyelenggaraan even pemilu/pilkada.

Sungguh ironis memang kalau isu politik uang yang telah menjadi rahasia umum di tengah masyarakat bahkan ditunggu kedatangannya oleh sebagin warga pemilih terus hadir menghatui kemurnian ajang mencari pemimpin di negeri ini. Maka tak heran Pj. Bupati Mamasa Dr. Muhammad Zain pada kesempatan berbicara saat menghadiri Rakor Pemantauan dan Evaluasi Perkembangan Politik di Kabupaten Mamasa yang diselenggarakan oleh Kebangpol Kabupaten Mamasa pada bulan September lalu memaparkan bahwa politik uang sangat berbahaya bagi kelangsungan pemerintahan dan Pembangunan di suatu daerah.

Ya politik uang dapat menghancurkan peradaban suatu bangsa karena akan melahirkan dasar pemimpin yang korup karena akan terus didera oleh utang-utang politik dari biaya yang dikeluarkan selama perhelatan pilkada. Kost politik yang mahal karena membeli suara pemilih bisa melahirkan pemimpin yang tak berkualitas.

Harapan Presiden baru Prabowo Subianto yang meminta para menterinya untuk tidak menjadiakan APBN sebagai tempat untuk memperkaya diri bahkan tidak akan selaras dengan apa yang terjadi di daerah-daerah jika isu politik uang benar adanya. Para pemimpin yang lahir dari praktek politik uang sudah hampir dipastikan akan menjadikan APBN/APBD menjadi ladang untuk mendulang uang demi untuk melunasi utang-utang politik semasa penyelenggaraan pilkada.

Masyarakat pemilih yang masih bernaung dibawa panji Pancasila dan ajaran agama, yang masih mau takut dan malu untuk menerima uang haram “serangan fajar” tentu hanya pasra namun tetap berharap setidaknya masyarakat pemilih yang sama-sama mengaku memiliki ajaran agama paling tidak sudah termaktum di KTP masing-masing untuk berubah sikap mengikuti ajaran agamanya dan berani berkata tidak pada politik uang, sehingga bangsa kita betul-betul dapat melahirkan pemimpin berkualitas dan berwibawa bebas korupsi, kolusi dan nepotisme sehingga kita tidak lagi terus menerus menyandang gelar memalukan “Nation de Corupte”. Wassalam. (ADV)

Editor: Nisan Parrokak

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *