Kejati Sulbar Tahan Tersangka Kasus Dugaan Korupsi PSR Pasangkayu

MAMUJU – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Barat menahan tersangka kasus Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) Kabupaten Pasangkayu tahun 2019.

Penyidik menetapkan dua orang tersangka masing-masing berinisial AB dan SB, Rabu, 15 Juni 2022.

Kepala Kejati Sulawesi Barat, Didik Istiyanta, mengatakan, AB mengukuhkan dirinya sendiri sebagai ketua Koperasi BMT Bukit Harapan tanpa melalui rapat pengurus.

Koperasi yang dibentuk pada tahun 2015 tersebut juga tidak pernah menjalankan kegiatan.

“Merupakan koperasi yang tidak memenuhi kriteria sebagaimana diatur dalam UU karena didirikan oleh satu orang tanpa rapat anggota, serta tidak memiliki
kegiatan koperasi,” kata Didik.

“Seluruh pengurusnya pun merupakan pengurus yang tidak
sah menurut peraturan perundang-undangan, tersangka AB mengukuhkan dirinya sendiri menjadi ketua tanpa melalui rapat anggota, sehingga juga tidak prosedural dan bertentangan dengan peraturan hukum,” terangnya.

Selanjutnya, tersangka AB
mengeluarkan surat keputusan sendiri mengangkat tersangka SB sebagai Direktur Pengurus dan Pengelola Koperasi BMT Bukit Harapan Cabang Lilimori, tanpa melalui rapat anggota dan akta pengukuhan, sehingga bertentangan dengan ketentuan dalam UU Perkoperasian.

Pada tahun 2017 hingga 2018, lanjut Didik, para tersangka mengumpulkan dokumen berupa sertifikat, foto copy KTP, dan akta tanah lainnya, yang bukan merupakan milik dari anggota
koperasi.

Hal tersebut hanya untuk memenuhi syarat administrasi pengajuan permohonan bantuan dana PSR. Adapun permohonan
bantuan dana PSR yang diajukan untuk 150 pekebun dengan luas lahan 400,5178 hektar di Desa Lilimori, Kecamatan Bulutaba, Pasangkayu.

Perbuatan itu, menurut Didik, bertentangan dengan ketentuan Keputusan Direktur Jenderal Perkebunan.

Pengajuan permohonan selanjutnya diserahkan kepada Kabid Perkebunan Kabupaten Pasangkayu, mendiang Rusman.

Tanpa dilakukan verifikasi, Rusman mengajukan permohonan tersebut kepada Direktur Jenderal Perkebunan.

“Setelah dilakukan verifikasi administrasi, usulan tersebut disetujui dan sekitar Oktober 2019 sampai Desember 2019, dana masuk ke rekening atas nama Koperasi BMT Bukit Harapan dengan jumlah dana keseluruhan sebesar Rp.8.625.292.500,” sambung Kajati Sulbar.

Penyidik menemukan sebanyak Rp.4.424.976.501 dari keseluruhan dana, tidak dipergunakan sesuai dengan peruntukannya.

Dana itu diberikan kepada para pekebun yang bukan merupakan anggota Koperasi Syariah BMT Bukit Harapan sehingga tujuan tidak tepat sasaran dan hanya mengambil keuntungan untuk diri sendiri maupun untuk orang
lain.

“Sehingga tidak sesuai dengan Keputusan Dirjenbu dan Permenkeu,” imbuhnya.

Perbuatan para tersangka ini mengakibatkan kerugian keuangan negara sekira Rp. 8.625.292.500,-.

Adapun pasal yang disangkakan yakni Pasal 2 ayat (1) subs Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dengan ancaman pidana maksimal 20 tahun penjara, dan denda maksimal Rp 1 miliar.

Kedua tersangka ditahan di Rutan Kelas II B Mamuju selama 20 hari ke depan.

Penyidik membeberkan alasan penahanan, yakni pasal yang disangkakan kepada tersangka adalah pasal yang ancaman
hukumannya di atas lima tahun vide Pasal 21 ayat (4) huruf a KUHAP.

Selanjutnya, adanya kekhawatiran bahwa tersangka akan melarikan diri dan merusak atau menghilangkan barang bukti, serta mempengaruhi saksi-saksi lainnya.

Selain itu, berkas perkara tersangka telah dalam tahap penyusunan, sehingga proses penanganan akan cepat selesai. (Hms)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *