Mamuju, penasulbar.co.id – Metode menangkap ikan dengan menggunakan bahan peledak (bom ikan) sangat marak dilakukan nelayan disepanjang perairan Sulbar.
Metode dengan menghancurkan eko sistem laut itu termasuk dalam tindak pidana perikanan atau ilegal fishing.
Hal itu disampaikan Komandan Pangkalan TNI Angkatan Laut (Danlanal) Mamuju, Letkol Laut (P) Dedi Andriyatno, saat diwawancarai wartawan, Jumat, 17 Mei 2024.
Dedi Andriyatno mengungkapkan, bom ikan termasuk destructive fishing, yakni kegiatan penangkapan ikan dengan menggunakan bahan, alat atau cara penangkapan ikan yang dapat merusak sumberdaya ikan maupun lingkungannya.
“Kegiatan tersebut (bom ikan) sangat dilarang dan efeknya tinggi sekali terhadap kerusakan lingkungan atau ekosisten laut,” kata Dedi Andriyatno.
Efek ledakan bom ikan bawah air, kata Dedi Andriyatno, menimbulkan ledakan ganda. Satu ledakan di darat dapat menghancurkan dengan radius yang sangat luas. Jika ledakan terjadi di bawah air maka efek merusaknya dua kali lebih besar dari yang terjadi di darat.
“Efeknya untuk ekosistem laut, yang jelas karang akan mati dan untuk mengembangkannya lagi membutuhkan waktu yang sangat lama,” ujarnya.
Dedi Andriyatno menjelaskan, saat karang mati tidak akan ada ikan kecil yang hidup di sekitar karang mati itu. Tidak akan ada pula predator (ikan besar) di area terumbu karang itu, karena ikan kecil merupakan makanan utama predator.
“Selain merusak lingkungan, resiko penggunaan bahan peledak itu pasti ada, hingga merugikan nelayan sendiri, seperti kecelakaan kerja terkena ledakan yang mengakibatkan nelayan ini cacat hingga kematian,” ungkap Dedi Andriyatno.
Dedi Andriyatno pun menghimbau, seluruh nelayan agar menangkap ikan menggunakan metode yang ramah lingkungan, sehingga kehidupan ekosistem laut berkelanjutan. Nelayan juga akan terhindar dari masalah hukum.
“Nelayan dapat mencari ikan dalam waktu yang tidak terlalu lama dengan metode yang ramah lingkungan karena ekosistem laut yang masih terjaga,” tuturnya.