Plt. Kepala Dinas Kesehatan Sulbar, dr. Indahwaty Nursyam
Mamuju,Penasukbar.co.id – Pemerintah Sulbar terus berupaya menekan tingginya penderita Stunting. Angka penderita Stunting di Sulbar mencapai 40 persen dari jumlah balita. Jumlah ini menjadikan Sulbar peringkat ke- 2 tertinggi penderita Stungting se-Indonesia setelah provisi NTT.
Stunting adalah kondisi di mana anak-anak memiliki tinggi badan yang lebih rendah dari tinggi badan standar usianya.
Kondisi ini disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya gizi buruk, kurangnya kontrol frekuensi makan kepada bayi, hingga kurangnya pelayanan kesehatan di daerah tersebut.
Pelaksana Kepala Dinas Kesehatan Sulbar, dr.Indahwati Nursyam mengatakan, penanganan Stunting di Sulbar dilakukan dengan melibatkan kolaborasi sejumlah SKPD.
Menurutnya, permasalahan Stunting di daerah ini butuh penanganan serius karena Sulbar masuk peringkat ke-2 tertinggi prevalesi Stunting se-Indonesia setelah provinsi NTT.
“Kita butuh keterlibatan beberapa stakeholder seperti, Bapeda, Dinsos, Ketapang dan dan SKPD lainnya untuk menekan tingginya Stunting di Sulbar,” terang Indahwati di kantornya beberapa waktu lalu.
Ia menyebutkan jumlah data penderita Stunting di Sulbar tertinggi di Kabupaten Polman, Majene, Mamuju dan Kabupaten Mamasa.
“Dalam 10 anak ada 4 yang menderita Stunting dan ini menunjukkan bahwa penderita Stunting di Sulbar sangat tinggi,” pungkasnya
Untuk diketahui, data Riset Kesehatan Nasional (Riskesdas) 2018 menunjukkan, 30,8 persen balita di Indonesia mengalami stunting. Angka ini turun jika dibandingkan data Riskesdas 2013, yakni 37,2 persen.
Meskipun ada penurunan dari Tahun 2013, tetapi Angka ini masih jauh dari target Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yakni 20 persen.
Ambang batas prevalensi stunting dari WHO mengategorikan angka stunting 20 sampai kurang dari 30 persen sebagai tinggi, dan lebih dari atau sama dengan 30 persen sangat tinggi. Indonesia tidak sendiri. Ada 44 negara lain dalam kategori angka stunting sangat tinggi.
WHO juga mencatat, 60 dari 134 negara masih memiliki tingkat stunting di bawah standar 20 persen. Padahal, stunting adalah indikator kunci kesejahteraan anak secara keseluruhan. Negara-negara dengan angka stunting tinggi merefleksi ketidaksetaraan sosial di dalamnya.
WHO menjadikan stunting sebagai fokus Global Nutrition Targets untuk 2025, juga Sustainable Development Goals untuk 2030. (Ns-01).