Tokoh Masyarakat Kabupaten Mamasa, dr. Elypas. Foto : duk. Pena.
Mamasa,penasulbar.com – Tepat 100 hari sudah Bupati dan Wakil Bupati Mamasa, Welem Sambolangi – H. Sudirman, memimpin Kabupaten Mamasa sejak dilantik pada 20 Februari 2025 lalu. Hingga Sabtu, 30 Mei 2025, berbagai tanggapan pun bermunculan dari masyarakat.
Sebagian pihak mempertanyakan kinerja duet pemimpin baru ini. Namun, tidak sedikit pula yang mengapresiasi langkah cepat dan kerja keras yang telah mereka tunjukkan dalam masa awal kepemimpinan.
Salah satu tokoh masyarakat Kabupaten Mamasa, dr. Elypas Palangi, ikut memberi perhatian khusus terhadap perjalanan 100 hari pertama Bupati dan Wakil Bupati. Ia menyoroti persoalan serius yang hingga kini masih membayangi daerah tersebut, khususnya dalam sektor pelayanan kesehatan.
Menurut dr. Elypas, kondisi pelayanan kesehatan di Mamasa masih sangat memprihatinkan. Ia menyarankan agar pemerintah daerah menjadikan sektor kesehatan sebagai prioritas utama, dengan cara memaksimalkan fungsi dan layanan RSUD Kondosapata.
“Minimnya fasilitas dan tenaga medis di RS Kondosapata menyebabkan banyak pasien harus dirujuk ke rumah sakit di Polewali Mandar dan daerah terdekat lainnya. Hal ini utamanya disebabkan karena belum tersedianya dokter spesialis, seperti spesialis penyakit dalam, anak, bedah, dan kandungan,” kata Elypas saat dikonfirmasi Minggu (1/6/2025)..
Ia menekankan, ketiadaan dokter spesialis ini menjadi alasan utama pasien tidak bisa ditangani di Mamasa dan harus dirujuk ke luar daerah.
“Empat spesialis ini sangat dibutuhkan masyarakat. Bayangkan betapa sulitnya warga ketika mengalami penyakit yang seharusnya bisa ditangani di rumah sakit daerah, namun harus keluar kota hanya karena tidak ada dokter yang menangani,” tambahnya.
Dari sisi ekonomi, Elypas memaparkan bahwa setiap pasien dan keluarganya rata-rata harus mengeluarkan biaya sekitar Rp5 juta, meskipun pasien tersebut ditanggung oleh BPJS. Sementara itu, biaya perawatan yang diklaim BPJS untuk rumah sakit rujukan berkisar antara Rp3 hingga Rp4 juta per pasien.
“Jika dijumlah, kerugian ekonomi yang dialami Mamasa bisa mencapai Rp8–9 juta per pasien. Dengan rata-rata tiga pasien dirujuk setiap hari, berarti ada sekitar 90 pasien per bulan. Artinya, sekitar Rp800 juta dana warga Mamasa keluar dari daerah setiap bulannya. Ini belum termasuk pasien rawat jalan yang jumlahnya bisa mencapai 500 orang per bulan,” jelasnya.
Ia memperkirakan, jika pelayanan maksimal, RS Kondosapata’ bisa menerima dana kalim BPJS minimal Rp2,5 miliar setiap bulan. Jumlah ini berpedoman pada RS daerah lain sekelas RS Kondosapata’ yang menerima klaim BPJS rata-rata Rp2,5-3miliar per bulan.
“Dari jumlah tersebut, sekitar 56% akan masuk ke kas daerah dan 44% dialokasikan untuk pembayaran tenaga medis serta pegawai di RS maupun Puskesmas,” ucap Elypas.
Elypas juga menyesalkan perhatian Pemda Mamasa terhadap kesejahteraan tenaga medis. Ia meminta kepada Bupati Mamasa agar melunasi insentif tenaga medis khususnya para dr spesialis yang dikontrak dari Universitas Hasanuddin Makasar.
“Pembayaran utang insentif dokter spesialis yg dikontrak selama ini terutama dokter spesialis dari Fakultas Kedokteran UNHAS harusnya sudah dilunasi seluruhnya, bukan dicicil karena akan menjadi penghalang jika RS Kondosapata’ kembali mau kontrak dokter spesialis dari FK UNHAS,” pungkasnya. (Ns-01)






